Kamis, 09 Januari 2014

laporan praktikum teknik budidaya ikan kerapu


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU



OLEH
MUHAMMAD ZAENUDIN
CIK010044
KELOMPOK III


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS MATARAM
2013
                                                                                                                            
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum teknik budidaya ikan kerapu ini di buat sebagai salah satu syarat lulus mata kulyah teknik budidaya Ikan kerapu.
Nama   : Muhammad Zaenudin
Nim     : Cik010044






                                                                                    Mataram, 21 Deseber 2013
                                   




                                                Mengetahui,


Asisten Praktikum,                                                      Praktikan,



(A RIZA BAROQI)                                                   (MUHAMMAD ZAENUDIN)
NIM. CIK010 003                                                      NIM. CIK010044



BAB I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan. Salah satunya adalah budidaya perairan laut. Salah satu biota peairan laut yang banyak dibudidayakan, dan bernilai ekonomis adalah ikan kerapu. Di Indonesia terdapat tujuh jenis/genus ikan kerapu yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari ketujuh jenis tersebut hanya beberapa jenis saja yang mempunyai nilai komersial tinggi, yakni Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus, seperti ikan kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu napoleon (Cheilinus undulatus); kemudian ikan kerapu sunuk/Coral trout (termasuk genus Plectropomus); serta ikan kerapu lumpur/Estuary Grouper dan ikan kerapu macan/Carpet cod (termasuk genus Epninephelus).
                  Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, dan salah satunya adalah wilayah  NTB, tepatnya di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat. namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Sehingga sehubungan dengan hal tersebut,  maka Balai Budidaya laut (BBL) Sekotong Lombok Barat, Mengembangkan Budidaya Kerapu. Jenis Ikan kerapu yang dikembangkan adalah Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus).Dengan teknik budidaya yang dilakukan yaitu mulai dari pembenihan, pemeliharaan larva, pendederan, sampai dengan pembesaran.
Kerapu macan dan kerapu bebek termasuk kelompok ikan kerapu yang berharga tinggi. Jenis kerapu ini merupakan ikan asli Indonesia yang hidup tersebar di berbagai perairan berkarang di Nusantara. Selain di Indonesia, daerah penyebaran kerapu macan meliputi perairan di wilayah Indo-Pasifik.  Ikan kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup.
Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu tersebut di atas, ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan, penyebaran penyakit, dan tekhnologi pengolahan. Berbeda dengan produksi ikan laut lainnya, dimana tujuan mendapatkan hasil ikan dalam keadaan hidup dan tidak cacat/rusak, sangat sulit dicapai. Oleh karena itu, diperlukan tekhnik-tekhnik pengolahan dan pengelolaan budidaya ikan kerapu secara tepat dan akurat sehingga dapat menghasilkan produk ikan kerapu yang berkualitas tinggi.

1.2 Tujuan Praktikum
            Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Mahasiswa dapat memahami secara langsung kegiatan dalam suatu unit budidaya ikan kerapu.
2.      Mahasiswa dapat mengenal bentuk dan fungsi, bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan kerapu.












BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Profil Kerapu secara umum
            Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990).
            Kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang yang paling populer di daerah Asia-Pasifik dan mempunyai nilai ekspor cukup tinggi. Salah satu jenis ikan kerapu yang  mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kerapu macan umumnya tumbuh cepat, kuat dan cocok untuk budidaya intensif maupun tradisional serta mempunyai kekhasan dalam pasca panen serta penyajian dalam konsumsi (Tarwiyah, 2001).
            Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup (Anonim, 2010). 
   Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10 sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media. Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari (Slamet, 1993).
Ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada pagi hari sebelum matahari terbit dan menjelang matahari terbenam. Di alam kerapu mencari makan sambil berenang diantara batu-batu karang, Kerapu tidak pernah mau mengambil atau mengkonsumsi pakan yang diberikan apabila sudah sampai ke dasar, meskipun kerapu dalam keadaan lapar. Biasanya kerapu berdiam di dasar dan tidak akan menyergap pakan yang diberikan jika mereka sudah kenyang (Akbar, 2002).
Parasit sejenis kutu, bentuknya seperti Argulus yang merupakan golongan Crustacea, banyak menyerang pada pendederan kerapu.   Parasit ini berbentuk pipih seperti kutu, berukuran 2–3 mm, menempel pada permukaan tubuh ikan terutama pada bagian kulit dan sirip. Serangan dalam jumlah besar akan mengakibatkan kematian, karena parasit ini menghisap darah ikan dan mengakibatkan tubuh mangsanya berlubang, sehingga ikan mudah terkena infeksi sekunder yaitu jamur dan bakteri. Pengobatan ikan yang baru terserang parasit ini cukup dengan cara perendaman tersebut. Biasanya ikan sembuh setelah 2–3 hari kemudian. Jika ikan telah mengalami luka-luka dapat dilakukan perendaman dalam air tawar, kemudian dilanjutkan dengan perendaman didalam larutan acriflavin 10 ppm/jam (Mayunar, 1991).
Ciri-ciri umum adanya serangan penyakit adalah ikan kehilangan nafsu makan. Biasanya sering berenang di permukaan air karena gelembung renang membengkak. Kerapu kadang-kadang mengalami sirip busuk dan borok, hal ini terjadi terutama akibat infeksi bakteri. Bila banyak ikan yang menunjukkan gejala ini, maka antibiotik harus segera diberikan. Pemberian  ampicillin secara oral (5-20 mg/kg berat badan ikan) atau oxolinic acid (10-30 mg) adalah cukup efektif untuk infeksi ini. Pada budidaya kerapu, masalah terbesar adalah serangan penyakit oleh virus, seperti infeksi oleh Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Iridovirus. Sesekali terjadi serangan penyakit, akan terjadi mortalitas yang tinggi. Hingga saat ini, belum ada cara pengobatan untuk penyakit ini (Kisto, 1991).
Di dalam tangki percobaan ikan betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8 kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat "non adhesive" yaitu telur yang satu tidak melekat pada telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 - 0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih yang aktif berenang (Sigit, 1993).
2.2  Jenis – jenis Kerapu       
2.2.1 Klasifikasi dan morfologi kerapu bebek
Menurut akbar (2002), Ikan kerapu bebek adalah jenis ikan karang yang hanya hidup dan tumbuh cepat di daerah tropis, Ciri khasnya terletak pada bentuk moncong yang menyerupai bebek sehingga disebut kerapu bebek. Adapun klasifikasi adalah sebagai berikut :
Phyllum                    :  Chordata
Subphylum               :  Vertebrata
Class                         :  Osteichyes                  
Subclass                   :  Actinopterigi
Ordo                         :  Percomorphi
Subordo                   :  Percoidea
Family                      :  Serranidae     Gambar 2.1. Ikan Kerapu Bebek (Anonim, 2012)
Subfamili                  :  Epinephihelinae
Genus                       :  Cromileptes 
Spesies                     Cromileptes altivelis
            Menurut akbar (2002), menyebutkan bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung (concaver). Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari panjang spesifik sedangkan panjang tubuh maksimal sampai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi yang terdapat dalam geraham ikan) lubang hidung hidung besar berbentuk bulan sabit dertical, kulit berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam diseluruh kepala, badan dan sirip. Pada kerapu bebek muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit.
2.2.2        Klasifikasi dan morfologi kerapu macan
Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2005), Klasifikasi kerapu macan sebagai berikut:
Filum            :  Chordata
Subfilum       :  Vertebrata 
Kelas            :  Osteichtyes
Sub kelas      :  Actinopterigi
Ordo             :  Percomorphi
Subordo        :  Percoidea
Family          :  Serranidae     Gambar 2.1. Ikan Kerapu Macan (Anonim, 2012).
Genus           :  Epinephelus
Spesies          :  Epinephelus fuscoguttatus
Bentuk badan kerapu macan memanjang dan gepeng (Compressed), tetapi kadang-kadang ada juga yang agak bulat. Mulut lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol keatas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan yang berderet dua baris, ujungnya lancip, dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi-gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik kecil yang mengilap dan bercak loreng mirip bulu macan. Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan posterior (Subyakto, 2005).


2.3      Persyaratan Lokasi Budidaya
2.3.1      Persyaratan Teknis 
Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu yang berhubungan langsung dengan aspek teknis ikan dalam memproduksi benih, bebrapa aspek panting yang harus dipenuhi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah:
1.      Letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan            sumber air. Pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut tidak           berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi.
2.      Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28-35 ppt.
3.      Sumbeer air laut dapat dipompa minimal 20 jam perhari.
4.      mSumber air tawar tersedia dengan salinitas minimal 5 ppt.
5.      Penentuan lokasi sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW) (Anonim, 2012).
2.3.2        Persyaratan Sosial Ekonomi
Faktor non-teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis dalam memilih lokasi untuk pembenihan ikan kerapu. Dalam penentuan calon lokasi pembenihan, pertama kali perlu diketahui tentang peruntukan suatu wilayah yang biasanya telah terpetakan dalam RUTR dan tata guna lahan, memperhatikan RUTR suatu wilayah untuk pemebnihan kerapu diharapkan tidak akan terjadi tumpang tindih lahan usaha. Persyaratan lokasi termasuk faktor non-teknis lainnya adalah mengenai lahan usaha. Persyaratan lokasi termasuk lainnya adalah mengenai kemudahan-kemudahan seperti tersedianya sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik, tenaga kerja, pemasaran, pasar, sekolah, tempat ibadah, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sebagai makhluk social adanya kemudahan-kemudahan tersebut dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam bekerja. Hal lain yang dapat mendukung kelangsungan usaha adalah dukungan Pemda setempat, terutama masyarakat sekitarnya sehingga tidak terjadi konflik atau masalah (Kisto, 1991).

2.4 Pangsa Pasar
Ikan kerapu pada umumnya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dan mempunyai pasar yang baik bahkan pernah mencapai angka peningkatan ekspor sebesar 350% pada tahun 1987, yaitu dari 19 ton menjadi 57 ton pada tahun 1988. Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu kerapu macan dan kerapu bebek (Anonim, 2012).
Keberhasilan pengembangan teknologi budidaya ikan kerapu oleh pemerintah khususnya untuk jenis kerapu macan, bebek, dan lumpur, serta diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup dan semakin meningkatnya permintaan ekspor, telah mengundang para pengusaha untuk masuk dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya luas areal budidaya pembesaran kerapu dengan karamba jaring apung (KJA) dari 15 hektar tahun 1994 menjadi 51 hektar tahun 2000 atau naik dengan rata-rata 53% per tahun. Pada periode yang sama, produksi ikan hasil budidaya meningkat dari sekitar 30 ribu ton menjadi 60 ribu ton atau naik rata-rata 35% per tahun (Subiyanto,  2007).
2.5 Penyakit Kerapu
   Ciri-ciri umum adanya serangan penyakit adalah ikan kehilangan nafsu makan. Biasanya sering berenang di permukaan air karena gelembung renang membengkak. Kerapu kadang-kadang mengalami sirip busuk dan borok, hal ini terjadi terutama akibat infeksi bakteri. Bila banyak ikan yang menunjukkan gejala ini, maka antibiotik harus segera diberikan. Pemberian  ampicillin secara oral (5-20 mg/kg berat badan ikan) atau oxolinic acid (10-30 mg) adalah cukup efektif untuk infeksi ini. Pada budidaya kerapu, masalah terbesar adalah serangan penyakit oleh virus, seperti infeksi oleh Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Iridovirus. Sesekali terjadi serangan penyakit, akan terjadi mortalitas yang tinggi. Hingga saat ini, belum ada cara pengobatan untuk penyakit ini (Kisto, 1991).
Di dalam tangki percobaan ikan betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8 kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat "non adhesive" yaitu telur yang satu tidak melekat pada telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 - 0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih yang aktif berenang (Sigit, 1993).
2.6 Teknik Budidaya Ikan Kerapu Secara Umum
Pembenihan ikan kerapu, perlu diperhatikan sifat biologisnya, dimana ikan kerapu ini bersifat hemafrodid protogini, perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan, sehingga dalam melakukan pemijahan perlu diperhitungkan perbandingannya, perbandingan induk dalam pemijahan ikan kerapu biasanya 1 : 1, dan 2 : 1, hal tersebut tergantung dari berat bobot induk yang akan di pijahkan (Anonim, 2012).
Jangka waktu penebaran benih kerapu dari masa pendederan sampai ke pembesaran yaitu 2 sampai 4 bulan, namun jika pertumbuhan benihan saat pendederan pertumbuannya cepat, maka dalam janga umur tiga bulanpun, bisa dilakukan penebaran di Keramba jaring Apung (KJA), trgantung dari ukuran benih, biasanya ukuran benih yang siap tebar pada wada pembesaran yaitu (KJA) sekitar 10 sampai 12 cm Anonim (2013).
Menurut anonim (2013), bahwa  perlakuan pemberian pakan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakan buatan dan rucah. Pakan buatan merupakan pakan komersial yang diproduksi oleh PT. Matahari Sakti dengan harga Rp. 14.000,- /Kg. Kandungan protein yang dimiliki oleh pakan tersebut adalah 42,55% dan didalamnya sudah terdapat unsur-unsur yang penting bagi pemeliharaaan ikan kerapu bebek di keramba jaring apung. Pelet ini merupakan jenis pelet tenggelam secara perlahan.




                                   BAB III. METODE PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum tekhnik Budidaya ikan kerapu ini dilaksanakan pada hari senin tanggal 16 Desember 2013, pukul 10.00 wita. di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat.
3.2 Prosedur Praktikum
3.2.1 Metode wawancara
Metode wawancara yang dilakukan dengan menanyakan langsung kepada nara sumber dilapangan yaitu  pegawai Balai Budidaya Laut (BBL) dengan masing – masing bidang, seperti bidang pembenihan pada kolam beton, begitu juga dengan kolam pendederan, kemudian kolam induk pada bak fiber, dan pembesaran pada Keramba Jarring Apung (KJA).
3.2.2 Metode observasi
Observasi untuk memperoleh data-data primer yang terjadi selama praktikum Tekhnologi Budidaya Ikan Kerapu yaitu pengamatan di lokasi pembesaran dikeramba Jaring Apung (KJA).
  










BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN


4.1 Pembenihan
Kegiatan pembenihan yang dilakukan di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat. Yaitu dilakukan pada bak pembenihan yang terbuat dari bak fiber atau beton. Sebelum dilakukan pembenihan atau pemijahan terlebih dahulu dilakukan seleksi induk, karena hasil dari benih yang dihasilkan tergantung dari kualitas induknya. Setelah dilakukan seleksi induk, baru dilakukan pemeliharaan induk. Bak pemeliharaan induk kerapu berukuran; tinggi 140 cm, panjang 5 m, kedalaman 2 m, dan volume air 10 ton. Bak berbentuk bulat bertujuan untuk mengurangi titik mati. Nafsu makan induk ikan kerapu baik dan bersifat responsive. Ukuran induk betina 2 kg dan jantan 3,5 kg. Kerapu bebek berukuran 400 gr seharga Rp.350.000/ kg. Pakan berupa ikan rucah dan diberikan sampai kenyang sebanyak 2-3% (1 x sehari). Penyakit yang menyerang yaitu VNN dan monogenia, dan vibrio. Penanganan penyakit dilakukan dengan perendaman dalam air tawar dan vitamin acrivlafin (1 x seminggu). Pergantian air 300 % setiap hari. Pemijahan dilakukan pada waktu bulan gelap, karena kebiasaan memijah ikan kerapu di alam yaitu pada malam hari saat bulan gelap. Menurut Sigit (1993), Bahwa terjadinya pemijahan pada ikan kerapu yaitu ikan betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. sehingga dalam budidaya pun harus diperlakukan seperti itu, untuk kenyamanan serta keberhasilan dalam kegiatan pemijahan. Perbandingan induk yang digunakan dalam pemijahan ini adalah 3 berbanding 1 (1` jantan , dan 3 betina). Karena dilihat dari berat bobot induk jantan maupun betina tersebut, sangat berpengaruh terhadap bobot gonad induk itu sendiri, dimana gonad pada induk betina sangat mempengaruhi keberhasilan dalam suatu pemijahan, seperti yang diketahui bahwa ikan kerapu bersifat hemaprodid protogini yaitu perubahan dari betina menjadi jantan. Menurut anonim (2012), bahwa dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu, perlu diperhatikan sifat biologisnya, dimana ikan kerapu ini bersifat hemafrodid protogini, perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan, sehingga dalam melakukan pemijahan perlu diperhitungkan perbandingannya, perbandingan induk dalam pemijahan ikan kerapu biasanya 1 : 1, dan 2 : 1, hal tersebut tergantung dari berat bobot induk yang akan di pijahkan.  Oleh karena itu dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perbandingan induk yang digunakan dalam pemijahan di BBL sekotong,yaitu 3 : 1 ( 3 betina, dan 1 jantan) dikarenakan bobot dari induk tersebut. Bobot ikan betina yang digunakan sangat berpengaruh terhadap bobot, dan kematangan gonad induk yang akan dipijahkan. Setelah itu baru dilakukan penangan telur, dimana terlebih dahulu dipersiapkan wadahnya yaitu bak pemeliharaan telur. Ukuran bak pengumpulan telur adalah 1x1x1 m. Telur kerapu bebek dipanen dengan skop net (mesh size 200 mikrometer). Dilakukan seleksi telur yang baik dan yang buruk. pada media pemeliharaan khusus dengan padat tebar 5-6 butir/liter selama 15-19 jam pada suhu air 30-32 oC. kemudian Setelah telur menetas, maka langsung dilakukan pemeliharaan larva.
4.2 Pemeliharaan Larva
Pada kegiatan pemeliharaan larva terlebih dahulu disiapkan wadah pemeliharaannya yaitu berupa bak fiber atau bak beton dengan seperangakat airasi untuk kebutuhan suplai oksigen, dan yang paling penting yaitu kecukupan pakan alami untuk larva, berupa artemia dan rotifer. Ukuran bak pemeliharaan; volume air 15 ton, luas bak  3,5 x 5 m, kedalaman 1,5 m dan suhu 270 C. Masalah yang dihadapi yakni keterbatasan pakan alami (Nanoclotophisis) dan sifat kanibalismenya yang (ukuran 1 cm). Dalam penanganan larva ikan kerapu, dilakukan greeding, yaitu untuk memisahkan larva berdasarkan ukurannya. Padat tebar larva sebanyak 150.000 ekor.
Sebelum larva di tebar pada bak pemeliharaan larva terlebih dahulu dibersihkan yaitu dengan cara disikat dengan sabun rinso setelah itu dibilas dengan kaporit. Setelah dibilas dengan kaporit kemudian didiamkan selama 24 jam, kemudian dibilas kembali dengan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3) lalu bak dikeringkan selama 1-2 hari (Anonim, 2012). Pakan yang diberikan pada larva ikan kerapu berupa artemia dan rotifer karena pakan lami tersebut sesuai dengan bukaan mulutnya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Slamet (1993) bahwa Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. kemudian setelah larva mencapai umur maksimal 2 minggu baru ditebar ke bak pendederan.
4.3 Pendederan
            Kegiatan pendederan yang dilakukan pada Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong lombok Barat yaitu setelah masa penetasa telur hingga pemeliharaan larva sampai maksimal 2 minggu pada bak pemeliharaan larva. Setelah itu baru dilakukan penebaran pada bak pendederan, berupa bak beton dengan ukuran 4 x 3 m, dengan kedalaman 160 cm. Pada masa pemeliharaan dikolm pendederan ini diberikan pakan berupa NRD 1, pemeliharaan dilakukan selama 2 sampai 4 bulan, dan pemberian pakan pada umur 3 sampai 4 bulan dapat diberikan pakan buatan berupa pellet yang ukurannya lebih kecil atau sesuai dengan bukaan mulut larva ikan. Setelah mencapai umur 4 bulan dengan ukuran rata-rata yaitu 10 sampai 12 cm, baru dilakukan penebaran pada keramba jaring apung (KJA). Menurut Anonim (2013), bahwa jangka waktu penebaran benih kerapu dari masa pendederan sampai ke pembesaran yaitu 2 sampai 4 bulan, namun jika pertumbuhan benihan saat pendederan pertumbuannya cepat, maka dalam janga umur tiga bulanpun, bisa dilakukan penebaran di Keramba jaring Apung (KJA), trgantung dari ukuran benih, biasanya ukuran benih yang siap tebar pada wada pembesaran yaitu (KJA) sekitar 10 sampai 12 cm.
4.4 Pembesaran
            Pembesaran kerapu di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat, untuk saat ini sudah mulai moderen, dengan adanya rumah apung atau rumah jaga yang berbentuk minimalis, moderen, begitu juga dengan bahan –bahan rakit, dan keramba jaring apung yang bahannya full terbuat dari strupum, dan plastik fiber. Dengan adanya wadah yang sangat moderen ini dapat mempermudah jalannya pemeliharaan ikan kerapu di keramba jaring apung. Luas keramba per petak untuk pemeliharaan kerapu yaitu 3x3 m, dengan kedalaman 3 meter, dengan penebaran awal 300 -350 ekor, dengan ukuran 10 -12 cm, kemudian selama pemeliharaan dilakukan pergantian jaring 1 kali dalam 2 minggu untuk membersihkan hama yang menempel pada jaring, seperti jenis kerang – kerangan, dan lumut, hama – hama tersebut jika dibiarkan bisa membuat nafsu makan ikan berkurang, karena sedikitnya pasukan arus yang melewati jaring, akibat tertutupi oleh lumut, dan kerang-kerangan yang menempel pada jaring. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan jenis pakan berupa pelet, dan ikan rucah, pada saat pemberian kedua pakan tersebut, terlebih dahulu diberikan pakan pelet, karena jika terlebih dahulu diberikan ikan rucah, maka nafsu ikan kerapu untuk makan pelet itu sudah hilang. Menurut anonim (2013), bahwa  perlakuan pemberian pakan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakan buatan dan rucah. Pakan buatan merupakan pakan komersial yang diproduksi oleh PT. Matahari Sakti dengan harga Rp. 14.000,- /Kg. Kandungan protein yang dimiliki oleh pakan tersebut adalah 42,55% dan didalamnya sudah terdapat unsur-unsur yang penting bagi pemeliharaaan ikan kerapu bebek di keramba jaring apung. Pelet ini merupakan jenis pelet tenggelam secara perlahan. Sehingga kandungan protein pada ikan rucah harus disesuaikan dengan kandungan protein yang terdapat pada pakan pelet yang diberikan untuk ikan kerapu tersebut. Kemudian untuk menembah vitamin pada pakan, diberikan campuran berupa vitamin c , yang langsung dicampur dengan pelet, dan untuk merekatkan pelet tersebut dengan vitamin, diberikan campuran berupa telur mentah, dengan takaran 2 telur untuk 1 kilo gram pakan, kemudian untuk 1 kilo gram pakan dicampur dengan 1 sendok makanb. Jenis-jenis ikan yang dipelihara pada keramba jaring apung di BBL ini yaitu jenis kerapu bebek, dan kerapu macan. Pemeliharaan untuk kerapu bebek sampai panen dari penebaran awal ukuran 10 sampai 12 cm itu hingga umur 1,5 tahun bisa mencapai ukuran 5 sampai 6 ons, yang dihargai per kilonya yaitu 120 sampai 150 ribu. Kemudian untuk inak kerapu macan pertumbuhannya lebih cepat yaitu hingga umur 1,5 tahun bisa mencapai berat 1 sampai 2 kili gram dengan harga perkilonya 80 sampai 100 ribu.
4.5 Penanganan Penyakit
Dalam kegiatan budidaya di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat, tidak lepas dari masalah  hama dan penyakit, yaitu Salah satu masalah yang diahadapi dalam pembesaran ikan kerapu adalah serangan penyakit. Penyakit yang menyerang kerapu dalam KJA adalah kutu dan VNN. Menurut Mayunar (1991), Kutu ini berbentuk pipih, berukuran 2–3 mm, menempel pada permukaan tubuh ikan terutama pada bagian kulit dan sirip. Serangan dalam jumlah besar akan mengakibatkan kematian, karena parasit ini menghisap darah ikan dan mengakibatkan tubuh mangsanya berlubang, sehingga ikan mudah terkena infeksi sekunder yaitu jamur dan bakteri. Untuk penangannya cukup dengan cara perendaman dalam air tawar, kemudian dilanjutkan dengan perendaman didalam larutan acriflavin 10 ppm/jam. Sedangkan hama yang sering menyerang Keramba yaitu jenis kerang – kerangan dan lumut yang menempel pada jarring keramba, dan jika terlalu banyak, akan menyebabkan tersumbatnya lubang jaring, dan aliran arus akan terhambat, sehingga pergantian air dalam keramba akan rendah, dan hal tersebut akan menyebabkan kurangnya nafsu makan pada ikan budidaya. Dan cara mengatasinya yaitu dengan membersihkan jaring, seperti yang dilakukan oleh Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat. Melakukan pergantian jaring 1 kali dalam 2 minggu.








BAB V. KESIMPULAN


Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1.      Perbandingan induk yang digunakan dalam pembenihan di BBL sekotong adalah
 1 : 3 (tiga betina, dan 1 jantan), dikarenakan ikan kerapu bersifat hemafrodid protogini, sehingga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan gonad.
2.      Masa keritis larva yaitu umur 3 hari (D3) – (D7) karena kuning telur mulai terserap habis, sehingga perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml.
3.      Peda kegiatan pendedran, masa pemeliharaan larva sampai waktu siap tebar pada wadah pembesaran (KJA) yaitu 2 sampai 4 bulan dengan ukuran 10 sampi 12 cm.
4.      Pada Kegiatan pembesaran ,  Arus dan keadaan gelombang yang cukup besar sangat  mempengaruhi nafsu makan ikan yang di pelihara pada Keramba Jaring Apung (KJA).
5.      Penyakit yang sering menyerang ikan kerapu yaitu VNN dan monogenia, dan vibrio. Penanganan penyakit dilakukan dengan perendaman dalam air tawar dan vitamin acrivlafin (1 x seminggu).









DAFTAR PUSTAKA

Akbar M. 1995. Pembenihan Ikan Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung. Ditjen          Perikanan.
Anonim, 2012. Training Manual on Marine Finfish Net Cage Culture in Singapore. Revered for the Marine Finfish Net Cage Training Course. Conducted by Primary Production Department (Republic of Singapore) and Organized RAS/86/024 cooperation with RAS /84/016.
Anonim, 2011. Pembenihan Ikan Kerapu di Balai Budidaya Laut Sekotong. http://www.scribd.com/doc/59058145/bab-1. [tanggal 30 Desember 2012]
Anonim, 2012. Training Manual on Marine Finfish Net Cage Culture in Singapore. Revered for the Marine Finfish Net Cage Training Course. Conducted by Primary Production Department (Republic of Singapore) and Organized RAS/86/024 cooperation with RAS /84/016.
Anonim. 2012. Pembenihan Ikan Kerapu di Keramba Jaring Apung  (goldfish).
http://www.aqufish.net/show.php?h=goldfish1.        [22 Desember, 2013].
Deptan, 1990. Prospek Budidaya Ikan Kerapu Bebek. http://www.Prospek/ budidaya/ikankerapubebek.com. [tanggal 29 Desember 2011].

Kisto Mintardjo, 1991. Pemijahan Ikan Kerapu (Epinephelus tauvina) Dengan       Manipulasi Lingkungan. Buletin Budidaya Laut No. 2, Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan, 1991.
Mayunar, P.T. Imanto, S. Diani dan T. Yokokawa, 1991. Pemijahan Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Bull. Pen. Perikanan Spec. Edi. No. 2:15-22.
Sigit Budileksono, 1993. Pemijahan Alami Ikan Kerapu Macan (Epinephelus         fuscoguttatus) di Bak Terkontrol. Buletin Budidaya.

Slamet, B. 1993. Pengaruh Penurunan Suhu Media Terhadap Penundaan Penetasan dan Peningkatan Optimasi Kepadatan pada Transportasi Telur Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) J. Pen. Budidaya Pantai, Terbitan Khusus, Vol.9 No.5 : 30-36.
Tarwiyah, 2001, Budidaya Ikan Kerapu . Penebar     Swadaya. Jakarta.




1 komentar:

  1. PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO

    menyediakan ovaprim untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro

    BalasHapus